Kondisi KMP Tunu di Dasar Selat Bali. Tragedi tenggelamnya Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Tunu Pratama Jaya di Selat Bali pada 2 Juli 2025 masih menjadi sorotan publik. Kapal yang membawa 65 orang dan 22 kendaraan ini tenggelam dalam perjalanan dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, menuju Pelabuhan Gilimanuk, Bali. Setelah lebih dari 10 hari pencarian intensif, tim SAR gabungan akhirnya menemukan bangkai kapal di dasar laut. Kapal ditemukan dalam kondisi utuh namun terbalik, memberikan titik terang bagi investigasi penyebab kecelakaan. Artikel ini mengulas kondisi terkini kapal, proses penemuan, tantangan operasi SAR, dampak kejadian, dan rencana pengangkatan bangkai kapal. BERITA BOLA
Penemuan Bangkai Kapal
Bangkai KMP Tunu Pratama Jaya berhasil ditemukan pada Sabtu, 12 Juli 2025, di kedalaman 47-50 meter di dasar Selat Bali, sekitar 3,9 kilometer dari lokasi awal tenggelam. Tim SAR gabungan, melibatkan TNI AL, Basarnas, dan Ditpolairud Polda Jatim, menggunakan teknologi seperti Multi Beam Echo Sounder (MBES) dan kamera bawah air untuk memvisualisasikan kapal. Deputi Bidang Operasi dan Kesiapsiagaan Basarnas, Ribut Eko Suyatno, menyatakan bahwa kapal ditemukan dalam posisi terbalik dengan nama “Tunu Pratama Jaya” masih terlihat jelas pada lambung kapal. Video yang diambil menunjukkan kapal berwarna putih-merah dengan dimensi panjang 69,7 meter, lebar 11,6 meter, dan tinggi 12 meter, sesuai dengan karakteristik kapal tersebut.
Kondisi Kapal di Dasar Laut
Menurut laporan Basarnas, bangkai KMP Tunu Pratama Jaya masih utuh tanpa tanda-tanda kerusakan besar seperti kebocoran minyak atau ledakan. Ribut Eko Suyatno menegaskan bahwa selama 13 hari operasi, tidak ada tumpahan minyak yang terdeteksi, menunjukkan bahwa kapal tidak mengalami kebocoran bahan bakar. Kapal berada dalam posisi terbalik, kemungkinan akibat arus kuat dan blackout mesin yang dilaporkan sebelum tenggelam. Kondisi ini menjadi petunjuk awal bahwa kapal mungkin terbalik akibat kombinasi faktor teknis dan cuaca buruk, termasuk ombak setinggi 1,7-2,5 meter pada malam kejadian.
Tantangan Operasi Pencarian
Proses penemuan bangkai kapal tidak mudah karena kondisi Selat Bali yang dikenal memiliki arus bawah laut yang deras dan kontur dasar laut yang curam. Upaya awal menggunakan Remotely Operated Vehicle (ROV) pada 11 Juli gagal karena arus kuat. Tim kemudian memodifikasi kamera bawah air dan menyesuaikan waktu penyelaman antara pukul 10.00-12.00 WIB, ketika arus relatif reda berdasarkan data BMKG. KRI Spica-934 dan alat seperti Side Scan Sonar dari Pushidrosal memainkan peran kunci dalam mendeteksi objek pada 9 Juli, sebelum konfirmasi visual pada 12 Juli. Tantangan ini menunjukkan kompleksitas operasi di Selat Bali, yang memiliki kedalaman hingga 200 meter di bagian selatan.
Dampak dan Status Korban: Kondisi KMP Tunu di Dasar Selat Bali
Hingga 12 Juli, data Posko Operasi SAR di Pelabuhan Ketapang mencatat 30 orang selamat, 18 korban meninggal (tiga masih dalam identifikasi), dan 17 lainnya masih hilang. Beberapa korban, seperti Afnan Agil Mustafa (3 tahun) dan ibunya, tidak tercatat dalam manifes, mengindikasikan masalah pengelolaan data penumpang. Kecelakaan ini menambah daftar insiden serupa di Selat Bali, seperti tenggelamnya KMP Yunicee pada 2021, menyoroti perlunya perbaikan sistem keselamatan pelayaran. Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi berkomitmen untuk menginvestigasi penyebab kecelakaan melalui KNKT, dengan dugaan awal meliputi kebocoran mesin dan cuaca buruk.
Rencana Pengangkatan dan Investigasi: Kondisi KMP Tunu di Dasar Selat Bali
Tim SAR kini merencanakan pengangkatan bangkai kapal untuk mendukung investigasi lebih lanjut. Menteri Perhubungan menyatakan bahwa proses ini akan dilakukan dengan standar operasional ketat mengingat arus kuat di Selat Bali. Pengangkatan kapal diharapkan dapat mengungkap nasib korban yang mungkin terperangkap di dalam, sekaligus menjelaskan penyebab pasti kecelakaan, seperti kebocoran mesin atau kelebihan muatan. Pakar transportasi laut dari ITS, Setyo Nugroho, menyebut 90% kecelakaan kapal di Indonesia disebabkan kelalaian manusia, termasuk kurangnya perawatan mesin dan pengelolaan muatan. Proses ini juga akan memastikan bahwa kabel listrik bawah laut milik PLN, yang berjarak 3,6 kilometer dari lokasi kapal, tetap aman.
Kesimpulan: Kondisi KMP Tunu di Dasar Selat Bali
Penemuan bangkai KMP Tunu Pratama Jaya dalam kondisi utuh namun terbalik di dasar Selat Bali menjadi langkah penting dalam investigasi tragedi 2 Juli 2025. Meski menghadapi tantangan arus laut yang deras, tim SAR berhasil memvisualisasikan kapal, memberikan harapan untuk mengungkap penyebab kecelakaan dan nasib korban yang masih hilang. Rencana pengangkatan kapal dan investigasi KNKT diharapkan dapat mencegah insiden serupa di masa depan, sekaligus memperbaiki sistem keselamatan pelayaran di jalur vital seperti Selat Bali. Kejadian ini menjadi pengingat akan pentingnya perawatan kapal, pengelolaan muatan, dan kesiapan menghadapi kondisi alam yang ekstrem.