AS dan Australia Resmi Tanda Tangani Mineral Langka. Pada 20 Oktober 2025, Presiden AS dan Perdana Menteri Australia secara resmi menandatangani kesepakatan kerjasama investasi mineral kritis senilai 8,5 miliar dolar AS di Gedung Putih, Washington. Ini jadi tonggak baru aliansi kedua negara untuk kurangi ketergantungan pasokan global pada satu negara dominan, dengan target produksi bersama 20 persen kebutuhan dunia pada 2030. Kesepakatan ini lahir dari kerjasama AUKUS yang lebih luas, tapi kini fokus ke sektor mineral seperti lithium, kobalt, dan rare earths—esensial untuk baterai kendaraan listrik, chip, dan teknologi hijau. Di tengah ketegangan perdagangan internasional yang memuncak, langkah ini bukan cuma soal ekonomi, tapi juga keamanan rantai pasok. Dengan saham perusahaan tambang Australia sempat naik 10 persen pasca-pengumuman, sorotan kini tertuju: bisakah deal ini bentuk ulang peta mineral global dan dorong transisi energi lebih cepat? REVIEW FILM
Kesepakatan Baru AS-Australia: Langkah Strategis Pasca-AUKUS: AS dan Australia Resmi Tanda Tangani Mineral Langka
Kesepakatan ini, yang dinamakan Critical Minerals Partnership Framework, dibangun di atas fondasi AUKUS 2021 yang awalnya fokus pertahanan. Kini, prioritas bergeser ke sumber daya alam, dengan AS komitmen 1 miliar dolar awal melalui Development Finance Corporation untuk eksplorasi, sementara Australia alokasikan dana setara untuk infrastruktur tambang di Western Australia dan Queensland. Tandatangan di Gedung Putih disaksikan menteri perdagangan kedua negara, janjikan joint venture di 10 proyek mining baru dalam enam bulan ke depan.
Ini respons langsung terhadap dominasi satu negara di pasokan mineral, yang kuasai 80 persen pemrosesan global. Australia, dengan cadangan lithium terbesar kedua dunia (52 persen), akan ekspor mentah ke pabrik AS di Nevada dan Texas untuk pemrosesan akhir—kurangi waktu siklus pasok dari 6 bulan jadi 3 bulan. Perdana Menteri Australia sebut ini “kemitraan abadi untuk masa depan berkelanjutan”, sementara Presiden AS tekankan manfaat pekerjaan—proyeksi 10 ribu lapangan baru di sektor mining kedua negara. Langkah ini tak lepas dari embargo ekspor 2024 yang picu krisis harga lithium naik 30 persen, bikin produsen seperti Tesla dan Samsung buru alternatif.
Fokus pada Mineral Kritis: Dari Lithium hingga Rare Earths: AS dan Australia Resmi Tanda Tangani Mineral Langka
Mineral kritis jadi jantung kesepakatan ini—lithium untuk baterai, kobalt untuk katoda, dan rare earths seperti neodymium untuk magnet turbin angin dan motor listrik. Australia pegang 52 persen cadangan lithium dunia dan 20 persen rare earths, sementara AS impor 80 persen kebutuhan dari sumber tunggal. Deal ini targetkan joint venture di tambang Greenbushes—produsen lithium terbesar dunia—dan Mt Weld untuk rare earths, dengan investasi 2 miliar dolar untuk pabrik pemrosesan di Pilbara.
Produksi bersama janjikan 100 ribu ton lithium dan 50 ribu ton rare earths per tahun mulai 2028, dukung target net-zero 2050 kedua negara. Ini tak cuma tambang; kesepakatan sertakan transfer teknologi untuk pemrosesan ramah lingkungan, seperti hidrometalurgi yang kurangi limbah 40 persen dibanding metode tradisional. Tantangan: Fluktuasi harga lithium (turun 25 persen sejak 2024) bisa hambat, tapi jaminan pembelian jangka panjang dari perusahaan AS selamatkan risiko. Fakta: Ekspor mineral Australia capai 200 miliar dolar tahun lalu, dan deal ini tambah 50 miliar dolar ekspor ke AS saja, ciptakan surplus perdagangan signifikan.
Dampak Ekonomi dan Geopolitik Global
Ekonomi langsung terasa: Saham perusahaan tambang Australia seperti Lynas dan Pilbara rally 8-12 persen pasca-tandatangan, stabil di 5 persen setelahnya—sinyal investor yakin tapi hati-hati. Di AS, kesepakatan dukung Inflation Reduction Act dengan subsidi 7,5 miliar dolar untuk pabrik baterai, ciptakan 20 ribu pekerjaan di wilayah Rust Belt seperti Michigan. Australia untung besar: Tambahan 5 ribu lapangan di sektor mining, dorong PDB naik 0,5 persen pada 2026.
Geopolitiknya lebih dalam: Ini pukul dominasi satu negara di rantai pasok, yang sudah balas dengan tarif 10 persen pada impor Australia. AS-Australia perkuat aliansi Quad dengan Jepang dan India untuk diversifikasi, proyeksi kurangi ketergantungan 20 persen pada 2030. Eropa, impor 70 persen mineral dari sumber tunggal, kini negosiasi serupa dengan Australia, bentuk aliansi baru anti-monopoli. Risiko: Gejolak harga kobalt (naik 15 persen 2025) bisa picu inflasi global, tapi kesepakatan ini stabilkan pasokan. Dampak luas: Percepat transisi energi, dengan produksi baterai AS naik 30 persen berkat lithium Australia.
Kesimpulan
Kesepakatan AS-Australia untuk mineral kritis senilai 8,5 miliar dolar pada 20 Oktober 2025 adalah langkah bijak yang bentuk ulang rantai pasok global. Dari fokus lithium dan rare earths yang strategis, hingga dampak ekonomi yang ciptakan ribuan pekerjaan, ini bukti aliansi Barat siap saingi dominasi tunggal. Di tengah fluktuasi harga dan tarif balasan, deal ini janji kemandirian—tapi butuh eksekusi cepat. Bagi dunia, ini pelajaran: Mineral langka bukan komoditas; ia kunci masa depan hijau. Saat proyek dimulai, AS dan Australia tunggu hasil—dan mitra global pasti ikut.