AS Hancurkan 3 Kapal Pengiriman Narkoba dari Venezuela. Amerika Serikat kembali menjadi sorotan setelah Presiden Donald Trump mengumumkan bahwa militer AS telah menghancurkan tiga kapal yang diduga mengangkut narkoba dari Venezuela pada September 2025. Tindakan ini merupakan bagian dari operasi anti-narkoba yang agresif di Karibia, di tengah ketegangan geopolitik dengan pemerintah Venezuela di bawah Presiden Nicolás Maduro. Langkah militer ini memicu kontroversi, dengan tuduhan pelanggaran hukum internasional dan respons keras dari Caracas. Artikel ini akan mengupas kapan serangan terjadi, nasib para pelaku, strategi AS untuk menjaga keamanan, dan implikasi dari tindakan ini. BERITA BOLA
Kapan AS Hancurkan Kapal Narkoba Tersebut
Serangan terhadap kapal-kapal tersebut terjadi dalam dua insiden terpisah pada awal September 2025. Insiden pertama berlangsung pada 2 September, ketika Angkatan Laut AS menyerang sebuah kapal di perairan internasional, menewaskan 11 orang yang disebut sebagai “narkoteroris” oleh Trump. Insiden kedua terjadi pada 15 September malam, menargetkan kapal lain yang menewaskan tiga orang. Trump kemudian mengungkapkan pada 16 September, saat berbicara kepada wartawan sebelum terbang ke Inggris, bahwa total tiga kapal telah dihancurkan, meski Pentagon hanya mengkonfirmasi dua serangan. Video yang dirilis menunjukkan kapal meledak dan terbakar, kemungkinan akibat rudal AGM-114 Hellfire dari drone MQ-9A Reaper. Serangan ini dilakukan di bawah komando SOUTHCOM, yang bertanggung jawab atas operasi di Karibia.
Apakah Para Penjual Tersebut Ditangkap
Tidak ada laporan yang menyebutkan bahwa para penjual atau awak kapal ditangkap hidup-hidup dalam operasi ini. Ketiga kapal dihancurkan melalui serangan militer yang mematikan, dengan total 14 korban tewas—11 dari serangan pertama dan tiga dari serangan kedua. Trump menyebut mereka sebagai anggota kartel narkoba, khususnya Tren de Aragua, yang ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh AS pada Februari 2025. Namun, Venezuela membantah klaim ini, dengan Menteri Dalam Negeri Diosdado Cabello menyatakan bahwa tidak ada awak kapal yang terkait dengan kartel tersebut. Pemerintah Venezuela bahkan menuduh salah satu kapal adalah kapal penangkap ikan yang tidak berbahaya. Kurangnya penahanan atau proses hukum memicu kritik dari kelompok hak asasi manusia, yang menyebut serangan ini sebagai eksekusi ekstrayudisial tanpa bukti kuat bahwa kapal-kapal tersebut benar-benar mengangkut narkoba.
Bagaimana Cara AS Akan Tetap Menjaga Keamanan Negara Mereka
AS, di bawah kepemimpinan Trump, menerapkan pendekatan agresif untuk menjaga keamanan nasional dari ancaman narkoba. Strategi ini melibatkan pengerahan militer besar-besaran di Karibia, termasuk delapan kapal perang, sebuah kapal selam bertenaga nuklir, dan 10 jet tempur F-35B di Puerto Riko. Operasi ini didukung oleh sekitar 4.500 personel Marinir dan Angkatan Laut, yang bertugas mendeteksi dan mencegah penyelundupan narkoba, termasuk kapal selam kecil yang sering digunakan kartel. Trump juga mengeluarkan perintah eksekutif yang mengkategorikan kartel narkoba sebagai organisasi teroris asing, memungkinkan penggunaan kekuatan militer mematikan tanpa proses hukum formal. Selain itu, AS meningkatkan hadiah untuk penangkapan Nicolás Maduro menjadi $50 juta, menuduhnya memimpin kartel “Cartel de los Soles”. Untuk jangka panjang, AS berencana memperluas operasi serupa ke daratan Amerika Latin, meski ini memicu kekhawatiran tentang legalitas dan eskalasi konflik regional.
Kesimpulan: AS Hancurkan 3 Kapal Pengiriman Narkoba dari Venezuela
Penghancuran tiga kapal yang diduga mengangkut narkoba dari Venezuela pada September 2025 mencerminkan pendekatan keras AS dalam memerangi perdagangan narkotika, tetapi juga memicu kontroversi besar. Serangan yang dilakukan tanpa penahanan awak kapal menimbulkan pertanyaan tentang legalitas dan proporsionalitas, terutama dengan bantahan Venezuela bahwa kapal-kapal tersebut tidak terkait kartel. Strategi militer AS yang agresif, dengan pengerahan armada besar dan pengkategorian kartel sebagai teroris, menunjukkan komitmen untuk melindungi keamanan nasional, namun berisiko memperburuk hubungan dengan negara-negara Amerika Latin. Bagi dunia, termasuk Indonesia yang memantau dinamika global, peristiwa ini menggarisbawahi kompleksitas perang melawan narkoba dan dampak geopolitiknya. Tanpa pendekatan yang lebih transparan dan inklusif, tindakan AS ini bisa memicu ketegangan lebih lanjut di kawasan.