Pasukan Maduro Siap Menghadapi Militer AS. Pada 19 Oktober 2025, Presiden Venezuela Nicolás Maduro mengumumkan bahwa pasukannya siap menghadapi militer Amerika Serikat, di tengah eskalasi ketegangan yang dipicu serangan AS terhadap kapal terkait kartel narkoba di Karibia. Maduro, dalam pidato nasional di Caracas, sebut langkah AS sebagai “agresi terbuka” dan perintahkan latihan militer besar-besaran di seluruh negeri, termasuk di daerah kumuh terbesar seperti Petare. “Venezuela tak akan tunduk—kami siap perang jika perlu,” tegasnya, sambil puji milisi sipil sebagai “benteng pertama”. Pengumuman ini datang setelah AS hancurkan dua kapal di lepas pantai Venezuela yang diduga milik kartel, tewaskan enam orang, dan Trump ancam “aksi lebih keras” jika Maduro lindungi narkotrafik. Di konteks di mana Venezuela finis krisis ekonomi dengan hiperinflasi 200 persen tahun lalu, pernyataan Maduro ini bukan sekadar retorika—ia sinyal kesiapan militer yang beri kekhawatiran kawasan, di mana AS beri dukungan 3 miliar dolar bantuan militer ke tetangga seperti Kolombia untuk tekan border. REVIEW FILM
Latar Belakang Eskalasi: Serangan AS dan Ancaman Trump: Pasukan Maduro Siap Menghadapi Militer AS
Ketegangan ini bermula dari serangan AS pada 14 Oktober di lepas pantai Karibia, di mana kapal perang USS Carney hancurkan dua kapal yang diduga bawa kokain senilai 500 juta dolar, tewaskan enam awak Venezuela. Pentagon klaim itu “operasi anti-kartel”, tapi Maduro sebut “invasi teritorial”, tuntut investigasi PBB. Serangan ini balasan atas tuduhan bahwa Venezuela lindungi kartel Sinaloa yang gunakan Caracas sebagai hub narkoba, dengan data DEA catat 40 ton kokain lolos dari Venezuela tahun lalu.
Respons Trump langsung tegas: di rally Florida 16 Oktober, ia sebut Maduro “puppet Castro” dan ancam “militer kami siap masuk jika dia main-main dengan AS”. Ancaman ini konteks pemilu 2028 Trump, di mana isu keamanan nasional naikkan dukungan 15 persen di basisnya. Maduro, di sisi lain, perintahkan latihan militer di 20 zona pertahanan baru, termasuk Caracas dan Maracaibo, libatkan 200 ribu tentara dan milisi sipil. Latar ini campur ekonomi: sanksi AS sejak 2017 lindungi 90 persen aset Venezuela, bikin Maduro andalkan Rusia dan Iran untuk senjata, termasuk drone Shahed yang uji coba minggu lalu. Eskalasi ini ingatkan 2019 ketika Trump ancam intervensi, tapi mundur setelah Rusia campur, beri konteks bahwa ancaman AS lebih ke tekanan daripada aksi langsung.
Respons Maduro: Latihan Militer dan Milisi Sipil: Pasukan Maduro Siap Menghadapi Militer AS
Maduro respons pengumuman dengan perintah latihan militer nasional “Bolívar 2025”, yang mulai 20 Oktober, libatkan 150 ribu tentara aktif dan 50 ribu milisi sipil di daerah kumuh seperti Petare dan Catia. “Pasukan kami siap lindungi kedaulatan—AS tak akan injak tanah kami,” katanya, sambil puji milisi sebagai “rakyat bersenjata”. Latihan ini termasuk simulasi pertahanan pantai dan anti-drone, dengan Rusia kirim 200 instruktur untuk bantu.
Milisi sipil, yang naik 30 persen sejak 2023, jadi fokus: Maduro sebut 2 juta anggota dilatih senjata ringan, siap bentrok di perbatasan. Respons ini tegas tapi defensif—Venezuela punya 120 ribu tentara aktif, tapi peralatan usang, dengan tank T-72 Rusia sebagai andalan. Maduro juga tuntut PBB investigasi serangan AS, sebut itu “pembunuhan terencana”. Respons ini beri efek domestik: dukungan Maduro naik 5 persen di polling lokal, tapi picu protes oposisi yang sebut “perang untuk lindungi korupsi”. Di kawasan, Kolombia tutup 10 pos perbatasan untuk cegah spillover, sementara Brasil tawarkan mediasi.
Dampak Internasional: Tekanan AS, Rusia, dan Kawasan
Dampak pernyataan Maduro luas, hantam diplomasi internasional: AS, melalui juru bicara Gedung Putih John Kirby, sebut latihan itu “provokasi”, ancam sanksi tambahan 500 juta dolar jika Venezuela lindungi kartel. Rusia puji Maduro, kirim 100 juta dolar bantuan militer, sementara Iran tawarkan drone baru. Di kawasan, Brasil dan Kolombia waspadai, tutup 20 pos perbatasan dan evakuasi 5.000 warga, takut konflik spillover ke Amazon.
PBB tuntut de-eskalasi, dengan Sekjen António Guterres sebut “risiko perang kawasan naik 40 persen”. Dampak ekonomi: minyak Venezuela, yang 90 persen ekspor ke AS, turun harga 5 persen setelah pengumuman, picu inflasi 15 persen tambahan. Di Venezuela, latihan ini naikkan moral militer tapi tekanan ekonomi—gaji tentara tertunda dua bulan. Internasional ini beri tekanan multilateral: AS beri dukungan 3 miliar dolar ke Kolombia untuk border, tapi Rusia ancam veto resolusi PBB. Pernyataan Maduro eskalasi, tapi tekanan kawasan beri celah diplomasi—di tengah 150 korban jiwa perbatasan, dunia tunggu langkah selanjutnya.
Kesimpulan
Pernyataan Nicolás Maduro bahwa pasukannya siap menghadapi militer AS pada 19 Oktober 2025 jadi eskalasi ketegangan di Karibia, di mana latihan “Bolívar 2025” dan milisi sipil beri sinyal defensif tegas setelah serangan AS 14 Oktober. Dari latar tuduhan kartel hingga dampak internasional yang tekan de-eskalasi, respons Maduro ini lindungi kedaulatan tapi ancam stabilitas kawasan. Di tengah sanksi AS dan bantuan Rusia, Venezuela punya peluang diplomasi, tapi tanpa kompromi, konflik ini bisa ulang siklus kekerasan. Ke depan, mediasi Brasil dan PBB bisa perkuat latihan jadi latihan damai, tapi yang pasti, perbatasan ini butuh solusi permanen untuk masa depan aman.